Thursday, October 30, 2008

Mencari (kembali) Indonesia

Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu. Tanah air Indonesia

Kawan. Siapkah kau dengan perjalanan kita kali ini. Petualangan
terhebat untuk memuaskan dahaga jiwa muda. Benar kawan. Kita akan
mencari nusantara yang hilang. Kapal phinisi yang gagah siap mengantar
kita. Layar terkembang. Merah putih berkibar. Angkat jangkar. Kita
berlayar kawan.

Perjalanan kita mulai dari pulau kecil yang terlupakan. Pulau tersibuk
yang akan menjadi cikal bakal Indonesia. Pulau onrust. 1619. VOC.
Benar lidah kita yang terbiasa dengan kosakata indah menyebutnya
sebagai kompeni. Di tahun itu mereka bersiap-siap menyerang jayakarta
dan memulai kolonialisasi di kerajaan-kerajaan nusantara. Negeri ini
lahir karena kolonialisasi jadi kenapa kita terus bertikai kawan?

Rempah - rempah. Komoditi ini begitu menggoda. Perang salib usai
sudah. Tetapi mereka terlanjur menyukai makanan timur tengah yang kaya
rempah. Hegemoni ekonomi pun berbicara. Rempah - rempah menjadi bukti
kesejahteraan baru. Ternyata kolonialisasi ini tak lebih dari urusan
perut! Ternyata tak hanya rempah. Mereka mulai serakah. Emas. Perak.
Minyak Bumi. Bahkan babu-babu murah. Kapitalisme merajalela. Tanah
yang kaya itu hanya bisa tersenyum getir. Belajar dari sejarah kawan.
Kini saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Buktikan kearifan
lokal mampu mencipta produk berdaya saing global. Hanya satu tanah
yang bisa disebut tanah airku. Ia berkembang dengan usaha, dan usaha
itu adalah usahaku.

Kita lanjutkan pencarian kita. Jakarta. Miniatur negeri ini.
Modernisme. Bisa menjadi kawan dan juga lawan. Pembangunan begitu
pesat. Gedung menjulang. Industrialisasi merajalela. Kapitalisme
kembali berbicara. Suatu bentuk kolonialisasi gaya baru. Saatnya
rapatkan barisan. Jangan terlena kawan. Coba lihat di pinggiran.
Termarginalkan. Mereka juga bagian dari kita. Meski tidak berdasi.
Tapi mereka punya hati. mereka adalah airmata ibu pertiwi. Bukan
anak-anak haram. Hanya putra putri yang terabaikan. Benar. Pendidikan
kawan. Berilah kail. Ajari memancing ikan dan kita akan berlayar
bersama.

Simpan dulu tangismu kawan. Jaga semangatmu. Kita lanjutkan pelayaran.
Menuju barat. Seperti yang kalian agung-agungkan. Bahkan sampai rela
mencontek. Memabukkan. Membuat kalian berpesta pora.

Kita seberangi selat sunda. Anak krakatau masih gagah memimpin deretan
vulkanik aktif. Menandakan kalau tanah kita subur. Tapi kita terlupa
menggarapnya. Bahkan sampai impor hasil bumi. Sungguh malang.
Memalukan. Sementara kita malah mengirim asap. Zamrud khatulistiwa
mulai terkikis. Go green kawan. Mulai dari sekarang atau nusantara
akan benar-benar tenggelam.

Tak usah termangu dengan negeri tetangga kawan. Negeri ini hanya salah
urus. Tak bisa melihat keunggulan diri. Bukankah bertahun-tahun lalu
mereka belajar dari kita. Jangan terlena representasi barat itu.
Tengoklah nusantaramu. Hampir tenggelam karena kau jual pasir. Oleh
mereka pasir itu diubah menjadi semikonduktor. Bertransformasi menjadi
ponsel. Persis seperti yang ada digenggamanmu itu. Maka, kuasailah
teknologi kawan.

Sumatra. Chrisye. Pulau emas kalau kata orang dulu. Penghasil
pemikir-pemikir hebat. Yang berkilau melampaui zamannya. Sastra kita
tak kalah kawan. Lebih indah. Rajin-rajinlah membaca dan kau akan
terpana.

Sampailah kita di ujung barat. Titik 0.0. Sabang. Kearifan aceh
mengajarkan kita. Pentingnya kedamaian. Daerah yang sedang bangkit.
Pelajari syariahnya. Kalahkan kapitalisme.

Bagaimana kawan? Lebih indah dari barat bukan? Mari kita putar haluan.
Nusantara menunggumu. Kita susuri jalur selatan. Potensi yang belum
tergarap. Eksotisme yang tenggelam. Menunggu asahan otak dan hatimu
kawan.

Java oorlog. 1825-1830. Militansi melawan keserakahan. Itulah wajah
pulau jawa kawan. Selalu mendua. Banyak pembangunan disana. Kemajuan
dan kemunduran. Seimbangkan kawan. Pelajari. Kembangkan. Inilah
universitas kehidupan. Utara dan selatan timpang. Corruption oorlog. Perang (terhadap) korupsi. Siapkah kau memimpinnya kawan?

Kita istirahat sejenak di pulau dewata kawan. Semoga eksotisme tidak
memabukkan kita. Saatnya mengasah kreativitas. Pulau - pulau lain
mengantri tuk digarap. Nusa tenggara.

Timor. Tak usah dendam kawan. Mereka saudara muda kita. Lanjutkan
perjalanan. jangan menyerang. Selamatkan kupang. Kita seberangi arafuru. Aroma kebisuan
itu menyimpan banyak kenangan. Bayangkan kita membantu yos sudarso
dengan KRI macan tutulnya. Dan kita akan mendarat di eksotisme ala
nusantara bagian timur.

Papua. Benar - benar daerah yang tak berayah. Kekayaan tergeruk asing.
Dan kita hanya diam. Bukankah dulu di boven digoel kita suka
berdiskusi tentang kemerdekaan? Kenapa kita melupakan tanah terindah
ini? Pemerataan kawan. Banyak talenta-talenta muda disini. Gandeng
tangan mereka. Kita lanjutkan pelayaran.

Maluku. Kepulauan banda. Ah terlalu banyak eksotisme yang terabaikan
kawan. Gelorakan. Bangkit.

Biarkan kapal ini bernostalgia kawan. Sulawesi. Pelaut-pelaut handal.
Penjelajah yang tak kenal lelah. Memompakan semangat mudamu bukan?

Kalimantan. Pulau yang besar dengan potensi yang besar. Sumber daya
alam tersedia. Sumber daya manusia pun siap sedia bekerja. Sekarang
giliranmu kawan. Jadilah nahkoda. Pimpin armadamu menuju Indonesia
yang adil makmur. Berlayarlah...

Lewu tatau habaras bulau habusung hintan hakarangan lamiang. Lewu
tatau dia rumpang tulang rundung raja dia kamalasu whate. Negeri yang
kaya, yang berpasir emas, berbukit intan, dan berkerikil manik. Tempat
dimana tidak ada kemalangan, kesusahan, dan kesedihan.

Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu. Bangsa Indonesia

Keanekaragaman. Bhineka tunggal ika. Semoga tidak hanya menjadi
slogan. Coba lihatlah awak kapalmu kawan. Beraneka rupa. Tak cuma
melayu. Juga melanesia. Senasib sepenanggunganlah yang menyatukan
kita. Berbagai adat istiadat. Berbagai budaya. Melebur dalam kawah
candradimuka Indonesia. Seperti kancing dengan lubangnya. Kalau
disatukan akan mampu menutup apa yang harus ditutupi. Kalau dibuka,
mampu membebaskan apa yang harus dibuka.

Jangan biarkan isu-isu disintegrasi memecah belah kita kawan. Kita
sudah terbiasa dengan devide et impera. Gerakan kita kokoh. Karena
bersama-sama kita arungi badai. Kita sebagai bangsa yang tak
tergoyahkan.

Saatnya melindungi aset-aset bangsa. Jangan biarkan asing mencomot
seenaknya. Lindungi. Berlakukan common creative license. Jaga warisan
kekayaan heritage nusantara.

Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbahasa satu. Bahasa Indonesia

Komunikasi. Dengan komunikasi kita akan semakin kokoh. Banggalah
dengan produk kreatif anak bangsa. Lagu-lagu kita begitu merdu.
Film-film kita semakin bermutu. Komunikasi kita menembus batas.
Kreativitas kita tak terikat jarak dan waktu. Kawan, bahu membahulah
dalam industri kreativitas yang sedang kita rintis. Komunikasikan
Indonesia kepada dunia. INDONESIA RAYA.

3 comments:

Anonymous said...

Hmmff, jadi inget perjuangan Minke di tetralogi Buru-Pram. Ternyata konsep nasionalisme baru dikenal seratus tahun yang lalu. Yang ada selama bercokolnya pendatang asing hanyalah nasionalisme etnis.

Sepakat dengan tulisanmu. Tuntutan kita sebagai pemuda dan pemudi Indonesia berbeda dengan zaman si Minke.

*baru paham betapa besarnya pengorbanan dan perjuangan para pendiri bangsa.

**yang juga sedang merekonstruksi konsep nation itu sendiri.

juno said...

sebenernya ini menjelaskan bahwa pembangunan di Indonesia itu tidak bisa diimplementasikan dengan sebuah "narasi besar".
melihat karakter bangsa yang multikultur, seharusnya pembangunan juga disesuaikan dengan konsep-konsep yang digali dari bawah. tantangannya, bagi masyarakatnya, ia harus kosmopolitan* bukan primordial yang terjebak dalam batas2 etnis. kedua, karakter khas post-kolonial adalah ekonomi yang berbasis pada rent-seeking. paradigma rent-seeking economy ini yang sangat merusak : BUMN dijual, mineral dan tambang dilepas, izin hutan (HPH) dipermudah, dll.
-IMHO, mungkin salah-

* kosmopolitan bukan berarti majalah, hehe. tapi karakter yg "cross beyond border".

Anonymous said...

thanks san, jadi ngerti makna kosmopolitan